Assalaamu 'alaikum Wr.Wb dan salam damai serta sejahtera untuk kita semua.
Oleh : RM. Supardi Surya Ningrat Rajasa Rani Jaya Negara.
Kala itu, bapaknya telah meninggal tiga setengah tahun yang silam. Sebagaimana pangeran-pangeran Majapahit yang lain, kebiasaan berkelana di saat liburan ia lakukan. Ia naik bukit turun jurang dan mengembara melintasi jalanan daratan yang berliku untuk lebih mengenali kondisi rakyat.
Aparat keamanan telah kenal baik padanya sehingga ketika berkelana dan mengembara untuk sekedar menikmati keindahan alam dan sekaligus ingin mengetahui kehidupan rakyatnya dengan dekat dengan mudah ia lakukan.
Ulama' dan kiai ia temui bahkan terkadang dua hingga tiga minggu bersama kiai dan santri melaksanakan kehidupan di pesantren, setelah itu ia menyusuri pedesaan dan perkotaan di wilayah Jawa hingga jadwal bermalam pun hanya sesuai dengan saat hari mulai senja.
Setiap desa atau kota yang ia singgahi, acara cengkerama tidak luput ia lakukan bersama warga. Pada akhirnya ia banyak mengetahui kehidupan rakyat yang ada di desa-desa dan kota-kota yang ia singgahi.
Ketika kurang lebih 300 km dari kediamannya ia berkelana telah sampailah di sekitar puncak gunung yang sejuk dan indah pemandangan alamnya. Banyak rumah penduduk yang tertata rapi, bersih, indah dan nyaman serta masyarakatnya penuh persahabatan.
Tidak jauh nampak kepulan awan putih dari mulut gunung berapi itu. Para remaja duduk santai menjelang sore hari, nampak ceria di wajah mereka.
Banyak wanita dan pemuda nampak hidup penuh semangat tanpa terlihat kecemasan sedikitpun di wajah mereka. Mereka bercanda dan bersenda gurau setelah membersihkan alam sekitarnya.
Nampak seorang putri menghampiri pangeran yang sedang berkelana dan mengembara tersebut. Ia mengatakan penuh harap agar pangeran sudi singgah lama di kampung halamannya. Ia wanita yang ceria dan mengerti menilai orang. Pangeran itu terkejut karena merasa penyamarannya di ketahuinya.
Walaupun demikian, pangeran tetap menuruti kata hatinya bahwa wanita yang menghampirinya itu pasti tidak mengetahui jati dirinya karena penampilannya yang sengaja ia nampakkan seperti bukan pangeran.
Wanita itu berkata bahwa ia adalah anak kesayangan dari orang tuanya. Pangeran mengetahui tempat kediaman wanita tersebut, sehingga tidak banyak berucap dan lebih asik mendengar cerita wanita itu. Rumahnya yang besar dan bersih serta bentuk limas rumahnya menandakan ia wanita bukan sembarangan. Senyum dan keceriaan yang nampak pada wajah wanita yang menghampiri itu membuat pangeran kelihatan terbawa suasana.
Pangeran mengetahui perilaku masyarakat di sekelilingnya yang juga sangat menunjukkan perilaku persahabatan kepadanya. Ia nampak kagum karena di dekat puncak gunung ternyata masyarakat yang di jumpainya ramah tamah.
Pangeran kelihatannya telah tertarik pada masyarakat sekitar puncak gunung itu, dan lebih terpikat lagi ketika dari rumah berbentuk linmas yang menunjukkan strata sosial turunan golongan darah biru di sedekat puncak gunung itu mulai mendekatinya.
Dugaan pangeran tidak salah, ia memang keturunan darah biru kerajaan Singosari yang bertengger di wilayah dekat puncak gunung.
Pucuk di timang ulam tiba, begitulah peribahasa mengatakan. Keberuntungan yang datang kilahnya. Aduh.... pangeran mulai jatuh cinta.
Sebagai teman berkelana aku bingung di buatnya, karena aku tidak mau lama-lama singgah di dekat puncak gunung itu karena keluargaku tidak lama ada acara nikahan. Namun apa boleh buat, aku terpaksa menemaninya saat kelihatan ia dilanda asmara. Aku coba menenangkan hatiku dan berusaha menutupi kegelisahanku.
Wanita itu mulai nampak akrab dengan pangeran. Ia katakan jatuh cinta pada pangeran, lalu pangeran menerima cintanya.
Ketika sedang santai duduk di regol, nampak pangeran melamun lalu aku menghampirinya. Ia katakan bahwa wanita itu anak kesayangan orang tuanya namun tidak memiliki saudara. Itu berarti jika jalinan cinta dilanjutkan wanita yang telah jatuh hati padanya tidak mungkin bersedia jika diajak pangeran berpisah dengan orang tuanya.
Aku sarankan pangeran berkata jujur pada wanita itu tentang keberadaannya sebab aku tidak ingin wanita yang mencintai pangeran itu pada akhirnya bersedih hati.
Akhirnya pangeran menuruti saranku, lalu mengatakan jati dirinya kepada wanita itu dengan nada memelas. "Aku ini juga anak tunggal sepertimu, namun aku akan pergi dari pulau Jawa ini dan tidak akan kembali lagi sebagai penghuni pulau Jawa karena ada tugas yang harus aku laksanakan. Terima kasih cinta dan kasihmu padaku, aku sangat mencintaimu dan ingin memilikimu namun aku tidak berdaya. Aku do'akan agar setelah bepergianku kamu dapat penggantiku yang bisa berdekatan selalu denganmu sehingga dapat membahagiakan kamu dan keluargamu".
Wanita itu menyadari dirinya yang juga sebagai anak tunggal yang orang tuanya menaruh besar padanya akan kebahagiaan hidupnya. Akhirnya, dengan berlinang air mata mereka berpisah.
Kini pangeran telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan apa yang diucapkan pada wanita yang ada di sekitar puncak gunung itu.
Selesai.